Baca Juga

Welcome to Let Us Study.blogspot.com
================================


Kamis, 15 September 2011

NASIB TRAGIS 2 GENERASI TIONGHOA PERANTAUAN INDONESIA



Foto kenangan 50 tahun berdirinya sekolah Xin Hua pada tanggal 1 Maret 1956. Nomer ketiga dari kanan barisan depan adalah Tuan Chen Xinpan. (INTERNET)
Foto kenangan 50 tahun berdirinya sekolah Xin Hua pada tanggal 1 Maret 1956. Nomer ketiga dari kanan barisan depan adalah Tuan Chen Xinpan. (INTERNET)

Untuk memperkokoh dan memperluas daerah kekuasaan serta militernya, dengan mengibarkan bendera perlawanan terhadap Jepang, PKT mengumpulkan dana di luar negeri dengan memanfaatkan rasa prihatin komunitas Tionghoa di luar negeri terhadap masa depan Tiongkok, serta perasaan rindu pada sanak saudara mereka di dalam negeri Tiongkok.
Tertipu oleh kebohongan, ayah saya bersama beberapa tokoh patriot selain mengabdi secara fisik, juga dengan kemasyhuran diri menasehati orang-orang untuk memberi sumbangan dana, meskipun tidak langsung namun pada kenyataannya telah memberi efek tranfusi darah bagi roh jahat.
Setelah PKT merebut kekuasaan, duta besar pertama untuk Indonesia saat itu Wang Renshu (nama samaran Ba Ren) yang juga adalah teman sekolah dan sahabat ayah. Dengan upacara megah, Ba Ren menerima ayah saya dan sejak saat itu beliau selalu menjadi tamu agung pada setiap kesempatan acara kedutaan besar maupun konsulat di berbagai kota, serta menjadi alat propaganda PKT.
Sungguh di luar dugaan, Ba Ren yang berkedudukan sedemikian tinggi, pada 1957 dia dituding sebagai golongan kanan dan disingkirkan ke daerah pedesaan, sejak itu tak terdengar kabar beritanya lagi. Menurut kabar Ba Ren akhirnya meninggal di desa.
Fei Zhengdong (dulu menjabat sebagai kepala sekolah pertama Sekolah kursus bimbingan Hua-qiao di Beijing), salah seorang cendekiawan yang juga sering berhubungan dengan ayah, dituduh PKT sebagai golongan kanan. Fei Zhengdong merupakan saudara sepupu Fei Xiaodong, tokoh demokrasi yang belakangan ini namanya sering ditulis di Harian Ren Ming, mungkin juga adalah saudara sepupu Fei Zhengqing yang ada di Amerika.
Catatan sejarah dan banyak kenyataan membuktikan bahwa bencana senantiasa menimpa masyarakat komunitas Tionghoa di negara mana saja yang menjalin hubungan dengan pemerintahan PKT, juga membuat standar moral dan kriteria penilaian benar dan salah dari komunitas tersebut menjadi rancu.
Ambil Indonesia sebagai contoh, hubungan diplomatik antara Indonesia - RRT telah mempercepat ekspor gerakan revolusi gaya PKT ke Indonesia, dan menyelubunginya dengan label yang sah, disini kita tidak membicarakan bagaimana PKT menopang dan mendukung PKI (Partai Komunis Indonesia), bagaimana PKI meniru caranya menempatkan ranting partai di pedesaan, mencoba untuk merebut kekuasaan. Kudeta yang gagal menyebabkan hancur seluruh kekuatannya, merembet ke seluruh komunitas Tionghoa di Indonesia ikut mengalami kesengsaraan yang luas diketahui masyarakat dunia.
Terhadap kejadian ini, PKT sama sekali bungkam, tidak berani mengambil tindakan. Saya di sini hanya menceritakan apa yang masih terekam dalam ingatan akan terpaan langsung yang diderita oleh komunitas Tionghoa di Indonesia atas perbuatan PKT, setelah terjalin hubungan diplomatik antara RRT - Indonesia. PKT yang anti kemanusiaan menyebarkan bibit dendam ke dalam masyarakat komunitas Tionghoa Indonesia, menciptakan pertikaian dan perpecahan secara dibuat-buat, menimbulkan gelombang dahsyat dalam komunitas Tionghoa Indonesia yang semula hidup dalam keharmonisan, mengakibatkan orang terkotak dalam golongan kanan dan kiri, benar-benar telah meracuni kaum muda dan setiap rumah tangga.
Pada awal dan pertengahan era 1950-an, terjadi perebutan kekuasa-an ala Revolusi Besar Kebudayaan di komunitas Tionghoa dengan PKT yang bermain dibalik layar sebagai sutradaranya, masyarakat Tionghoa di Indonesia yang terhasut dengan menyanyikan Mars Tentara Sukarela (lagu kebangsaan RRT) memasuki teritorial masyarakat Tionghoa tingkat atas di Indonesia, merebut posisi ketua himpunan, perdagangan, perserikatan orang sedaerah, sekolah dan surat kabar komunitas Tionghoa.
Dari tingkat ibukota sampai provinsi, dari provinsi hingga wilayah kota, di tempat mana saja asal ada komunitas Tionghoa, tak ada yang tidak dijangkau, terhitung jutaan, puluhan juta orang Tionghoa terlibat dalam kancah pusaran politik buatan manusia ini.
Hati nurani manusia dibengkokkan, bertemu dengan sahabat lama di tengah jalan, dikarenakan pendirian politik yang berbeda maka saling membuang muka, dan yang lebih mengenaskan, murid yang bersekolah haluan kanan, disebabkan jumlahnya yang sedikit, jika bertemu dengan murid sekolah haluan kiri mereka terpaksa menundukkan kepala seraya menghindar. Tidak berhubungan dagang dengan orang berhaluan kanan, tidak menjalin hubungan cinta dan pernikahan dengan anak-anak orang berhaluan kanan. Singkat kata, sistim pendidikan revolusioner telah menggantikan sistim pendidikan moral tradisional.      
Bila melanggar peraturan lisan ini (kenyataannya adalah peraturan yang diterapkan oleh kedutaan dan konsulat PKT), jajaran atas dimulai dari pejabat kedutaan besar PKT di Indonesia sampai ke bawah pada lapisan masyarakat Tionghoa biasa akan memandang dan memperlakukan orang tersebut dengan sikap yang berbeda. Seorang paman saya, Xie Zhongdao (pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah Xin Hua ke 7), karena berteman dengan beberapa orang yang dekat dengan Kuomintang (KMT), maka ia menerima perlakuan yang berbeda dari orang-orang berhaluan kiri, seorang anaknya Xie Yuan-guang yang sekolah dan bekerja di Tiongkok pun menerima akibat rentetan dari pendirian politik ayahnya pada masa lalu.









Penanggung Jawab : 
(Epochtimes.co.id)

 sekarang telah hadir Let Us Study Versi Mobile untuk Study Holic 

0 komentar:

Posting Komentar