MI/Ramdani/pj
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Komisi II DPR RI Arif Wibowo di Jakarta, Minggu (18/9).
Kemendagri terkesan menutup-nutupi sejumlah persoalan yang muncul di lapangan, dengan menuding pihak yang mengritisi proyek triliunan rupiah itu sebagai mafia e-KTP dan bahkan sebagai pihak yang akan menggagalkan proyek tersebut. Respons itu sangat politis dan insinuatif serta tidak ada relevansinya dengan upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan.
Untuk itulah, kata Arif, Fraksi PDIP di DPR mendesak agar Komisi II memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam proyek e-KTP. Yakni pelaksana di Kemendagri, pengawas LKPP, BPKP, KPK, peserta berikut pemenang tender. Hal itu agar ditemukan solusi untuk mencegah penyalahgunaan kebijakandan terhamburnya keuangan negara atas proyek e-KTP.
Selain itu, kata Arif, pembentukan Panja untuk melakukan penyelidikan terhadap karut marutnya proyek e-KTP juga sudah sangat relevanSebaliknya, Kemendagri malah menuduh pihak-pihak yang kritis terhadap proyek e–KTP dengan biaya Rp6,295 triliun untuk tahun 2011-2012 tersebut, sebagai mafia.
Arif mencatat ada tujuh klasifikasi persoalan yang masih belum jelas solusinya dalam proyek e-KTP tersebut. Pertama, standarisasi yang diadopsidalam e-KTP kurang memperhatikan keseluruhan standar dari peraturan yang ada.
Kedua, pelaksanaan e-KTP di 197 daerah faktanya meleset jauh dari target waktu yang seharusnya dimulai 1 Agustus 2011.
Mayoritas daerah belum menerima sejumlah paket/perangkat yang diperlukan, jaringan yang tidak berfungsi online, ketersediaan listrik yang tidak mencukupi, sebagian kecil Kecamatan serta kelurahan/desa baru menerima perangkat e-KTP September 2011 dengan kondisi tidak lengkap dan bermasalah.
Ketiga, belum berlangsungnya koordinasi yang baik antara Kemendagri dengan Pemerintah Daerah khususnya dalam hal penyiapan regulasi yang harus disiapkan dalam bentuk peraturan daerah dalam rangka mengalokasikan anggaran pendukung. Padahal seharusnya proyek e-KTP sepenuhnya dibiayai APBN.
Keempat, umumnya Kabupaten/Kota yang hendak melaksanakan program e-KTP tahun 2011 telah berusaha maksimal melaksanakan dan mempersiapkan pelaksanaan e-KTP dengan berbagai keterbatasannya.
Akan tetapi manajemen serta distribusi perlengkapan e-KTP serta ketidaksiapan daerah dalam melaksanakan program ini menyebabkan kekacauan dalam pelaksanaan, akibatnya tampak dipaksakan dan cenderung semata-mata memenuhi ambisi pemerintah pusat.
Kelima, kewenangan sekaligus kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program e-KTP hanya terbatas pada pemanggilan warga untuk mendapatkan pelayanan e-KTP, pengadaan listrik, dan sosialisasi.
Potensi masalah yang akan timbul akibat tekanan pemerintah menyebabkan pemerintah daerah melakukan penganggaran tanpa melalui mekanisme APBD berikut pengadaan sarana penunjang yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, besarnya kebutuhan anggaran penunjang pelaksanaan e-KTP tanpa persiapan yang matang tentu bakal berimplikasi pada peminggiran alokasi anggaran yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat.
Keenam, rekomendasi KPK untuk mencegah potensi gagal dan terhamburnya keuangan negara tak digubris. Penilaian LKPP terkait tender yang mengkonfirmasi bahwa LKPP kesulitan mendapatkan akses seluruh proses tender dan diketahui melanggar ketentuan peraturan perundangan, juga tidak diindahkan.
Ketujuh, hasil audit BPKP yang diklaim Pemerintah bahwa proyek e-KTP memenuhi prosedur efisiensi keuangan negara sangat meragukan.
Penanggung Jawab :
http://www.mediaindonesia.com
sekarang telah hadir Let Us Study Versi Mobile
untuk Study Holic
0 komentar:
Posting Komentar