Upacara Perang Ketupat atau sering juga disebut Aci Rah Pengangon merupakan upacara bermakna bentuk ungkapan rasa terima kasih kepada Sang Hyang Widhi, atas hasil panen, terhindar dari kekeringan, juga doa untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Upacara Perang Ketupat ini diadakan di desa Kapal, kabupaten Badung kira kira lebih kurang 20 menit dari Ibukota Denpasar Bali.
Penampilan perang tersebut cukup menggetarkan penonton, karena puluhan ketupat yang dibawa dua kelompok yang bertikai, dipakai alat “Aksi saling lempar ketupat ini berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Terkadang tak jarang ada ketupat “nyasar” kearah penonton atau fotografer yang tengah mengabadikan momen ini. Walau begitu, tidak ada seorang pun yang marah dan ketika perang berakhir, semua orang berjabat tangan dengan penuh suka cita menimpuk” lawan satu sama lain.
Perang Ketupat merupakan bentuk rasa terima kasih warga kepada Sang Hyang Widhi atas panen juga sebagai doa agar terhindar dari kekeringan.Perang dalam kemasan seni tersebut ditampilkan oleh duta seni Kabupaten Badung.
Upacara Perang Ketupat ini adalah salah satu tradisi adat budaya Umat Hindu di Bali yang tergolong unik dan merupakan warisan leluhur yang masih terus dilaksanakan secara turun temurun dari dari generasi ke generasi sampai saat ini. Upacara Perang Ketupat pertama kali diadakan kira kira abad 13 masehi dan dirayakan 1 tahun sekali saat ini.
Upacara Perang Ketupat ini Pelaksanaan nya di diawali dengan melakukan upacara sembahyang bersama oleh seluruh warga desa di pura setempat. Pada saat upacara tersebut berlangsung, sambil membaca mantra mantra pemangku adat memercikan air suci keseluruh warga peserta Perang Ketupat lalu berdoa memohon kepada Hyang Widhi agar upacara Perang Ketupat bisa suksess dan memberikan kesejahteraan dan keselamatan para warga desa.
Selesai melakukan sembahyang di pura, peserta menyiapkan amunisi, di sini lah terdapat keunikan perang ketupat, sesuai dengan namanya, amunisi tersebut adalah ketupat hasil dari sumbangan para warga desa Kapal, Badung yang berjumlah ribu yang dikumpulkan, yang akan digunakan untuk melempar musuh atau lawan.
Peserta upacara Perang Ketupat ini di bagi dua kelompok dan saling berhadapan satu sama lain, setelah semuanya siap, jalanan yang ada di depan pura akan ditutup selama 30 menit untuk semua kendaraan bermotor. Kemudian, “perang” pun dimulai. Dengan terlebih dahulu diberikan aba aba, aksi saling lempar melempar ketupat menjadi saat menarik karena begitu riuh dengan sorak sorai peserta dan warga setempat yang ikut dan menyaksikan upacara Perang Ketupat, ini berlangsung kira kira lebih kurang selama selama 30 menit.
Setelah upacara Perang Ketupat selesai , seluruh peserta, warga desa juga orang orang yang berada disana berbarengan tertawa dan bercerita lalu saling berjabat tangan , berpelukan dengan suka cita dan tidak ada dendam di antara mereka.
Bila kita liat dari pemaparan di atas segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang abadi, jadi rawat dan jaga lah adat tradisi agar tidak hilang di telan masa dan modernisasi.
Atraksi upacara Perang Ketupat ini adalah hal yang menarik dan begitu kental dengan adat tradisi yang tetap dilestarikan oleh umat Hindu di Bali.bila anda ingin menyaksikan nya datang lah ke Bali pulau para Dewata.
Tradisi Perang Ketupat di Tempilang , Bangka Belitung
Daripada berperang menggunakan peluru, lebih baik berperang pakai ketupat. Selain tidak ada korban jiwa, amunisi ketupatnya bisa dimakan bersama!
Serba Serbi Perang Ketupat
Perang Ketupat adalah salah satu upacara adat masyarakat Tempilang di Kabupaten Bangka Barat. Ritual ini biasa dilaksanakan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
Tujuannya untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya menghuni daratan. Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus tersebut baik.
Mereka dipercaya menjadi penjaga desa dari roh-roh jahat. Itulah sebabnya mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap warga desa.
Dukun Darat dan Dukun Laut
Pada pembukaan Perang Ketupat, dukun darat dan dukun laut bersatu. Mereka mengucapkan mantra ke 40 ketupat yang ada di hadapannya. Kedua dukun juga berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar perayaan tersebut dilindungi. Jauh dari bencana.
Menurut kepercayaan rakyat setempat, ketika tengah berdoa, dukun darat berkomunikasi dengan para leluhur. Usai berdoa, dukun darat biasanya menyampaikan pesan atau pantangan bagi warga.
Aturan Perang
Setelah ritual doa selesai, kedua dukun menata ketupat di atas sehelai tikar pandan. Sepuluh ketupat menghadap ke sisi darat dan sepuluh lainnya ke sisi laut.
Kemudian, 20 pemuda yang menjadi peserta perang ketupat juga berhadapan dalam dua kelompok. Sepuluh menghadap ke laut, 10 lagi ke darat.
Aturan perang dipraktekkan oleh dukun darat. Ketupat dilempar olehnya ke punggung dukun laut. Lemparan balasan diarahkan ke punggung pula. Satu hal yang harus diingat, ketupat tidak boleh dilemparkan ke kepala . Setelah semua peserta perang mengerti, tiupan peluit dukun laut menandakan perang ketupat dimulai.
Perang Mulai!
Dua puluh pemuda peserta perang langsung menghambur ke tengah. Mereka saling melemparkan ketupat ke arah lawan.
Semua bersemangat melemparkan ketupat sekeras-kerasnya. Ketupat yang jatuh diperebutkan. Digunakan kembali sebagai amunisi.
Keadaan kacau sampai dukun laut meniup peluitnya tanda usai perang dan mereka pun berjabat tangan. Perang biasanya diselenggarakan dalam dua babak. Di rangkaian perang berikut, pesertanya diganti.
Akhir Perang
Rangkaian upacara Perang Ketupat umumnya ditutup dengan Upacara Nganyot Perae , yaitu perahu mainan dari kayu yang dihanyutkan ke laut. Upacara itu dimaksudkan mengantar para makhluk halus pulang. Supaya mereka tidak mengganggu masyarakat Tempilang.
Setelah masyarakat Bangka mengenal ajaran agama Islam, tujuan Perang Ketupat berubah. Bukan lagi untuk memberi makan makhluk halus, tapi sekedar untuk mengenang para leluhur.
Perang Ketupat di Lombok
Penanggung Jawab :
http://istinmerlivia.wordpress.com/
sekarang telah hadir Let Us Study Versi Mobile untuk Study Holic
0 komentar:
Posting Komentar