Baca Juga

Welcome to Let Us Study.blogspot.com
================================


Minggu, 05 Juni 2011

Ambil Kayu untuk Bahan Bakar, Nenek Ini Dipidana

Solichan Arief

BLITAR - Pertama kali ditemukan di belakang rumah Sutilah (65), warga Desa Ngeni, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, kayu-kayu jati sudah tampak mengering berserakan.

Sebagian besar sudah dalam keadaan terbelah. Namun ada beberapa potong kayu yang masih utuh. Ukuranya bermacam-macam. Mulai ranting kecil mudah patah, cabang sebesar lengan, hingga seukuran betis orang dewasa. Total keseluruhan ada 18 batang. Semuanya terhampar di tempat terbuka tanpa ada yang disembunyikan.

Sutilah memang berencana menggunakannya (kayu) untuk bahan bakar pengganti minyak tanah atau gas elpiji yang tidak dimilikinya. Keterbatasan ekonomi ditambah kondisi suami yang bertahun-tahun sakit akibat serangan stroke membuatnya tidak mampu memenuhi kebutuhanya sebagai ibu rumah tangga. Kini, atas kepemilikan kayu jati itu, Sutilah harus berurusan dengan pihak yang berwajib.

Pasalnya, semua kayu tersebut diambilnya dari kawasan penguasaan hutan (KPH) Perhutani Lodoyo Barat yang berbatasan langsung dengan tempat tinggalnya. Setelah menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Blitar, Sutilah nyaris dibui.

Selain terbukti melanggar undang-undang kehutanan, nenek berusia uzur itu juga mengakui semua perbuatan yang dituduhkan penyidik kepadanya. “Namun semua yang saya lakukan itu karena terpaksa. Tidak ada lagi yang bisa digunakan untuk membeli minyak tanah,” tutur Sutinah kepada petugas penyidik kepolisian, Minggu (5/6/2011).

Diinterogasi sekaligus menyandang tuduhan sebagai pencuri merupakan pengalaman pertama kalinya bagi Sutinah. Karenanya, nenek berusia senja itu terlihat begitu ketakutan. Tak heran, beberapa kali penyidik kepolisian beberapa kali terpaksa mengulangi pertanyaanya. Sebab suara yang keluar dari bibir Sutilah terdengar begitu lirih dan tidak jelas.

“Saya tidak bermaksud menjualnya lagi. Saya hanya akan menggunakanya untuk masak,” tutur Sutilah berulang-ulang.

Nenek yang tidak memiliki keluarga lagi selain suminya yang sakit itu berusaha meyakinkan petugas penyidik. Secara jujur ia menceritakan bahwa kayu-kayu jati yang siap menjadi kayu bakar tersebut, baru sepekan diambil. Sutilah memotongnya seorang diri.

Dengan sebilah kapak, ia tebas bagian pangkal kayu. Tenaganya yang tua, ditambah tingkat kekerasan kayu yang tinggi membuat kayu jati itu tidak bisa tumbang seketika. Setiap mencari ranting-ranting kering, ia selalu menebasnya berulang-ulang hingga kayu terpotong.

Oleh petugas kepolisian yang menggelar operasi, semua kayu itu disita untuk dijadikan barang bukti. “Saya berharap apa yang saya lakukan bisa diampuni,” pinta Sutilah kepada penyidik. Sebab jika ia hidup di dalam tahanan, tidak ada orang lagi yang akan merawat suaminya yang sakit.

Kasatreskrim Polres Blitar Ajun Komisaris Polisi Edy Herwiyanto mengabulkan permohonan Sutilah untuk tidak melakukan penahanan. Itu setelah pihak kepala desa Ngeni memberikan jaminan. Dengan pertimbangan usia Sutilah yang sudah uzur ditambah harus merawat suaminya yang tidak berdaya karena digerogoti penyakit.

“Atas pertimbangan itu, kami tidak jadi menahan yang bersangkutan,” ujarnya. Namun, berdasarkan UU RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, proses hukum yang menjerat Sutilah tetap berjalan. Artinya, yang bersangkutan tetap harus menjalani pemeriksaan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. “Yang pasti proses hukum pidananya jalan terus. Selain itu kita juga terus mengembangkan perkara kasus illegal loging di kawasan pinggiran hutan ini,” pungkasnya.

Berdasarkan data yang dihimpun, kasus pencurian hasil hutan hanya untuk bahan bakar bukan pertama kalinya menimpa warga Blitar selatan. Pada tahun 2009 lalu, seorang warga Dusun Banjarsari, Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, juga ditangkap petugas hanya memotong dua batang kayu seukuran lengan orang dewasa.

Bahkan warga yang bernama Sakidi (74) yang kala itu dalam kondisi sakit-sakitan langsung di jebloskan ke dalam tahanan. Atas desakan masyarakat dan pertimbangan kemanusiaan, Wakidi yang sempat menjalani hidup di dalam bui selama tiga hari akhirnya di bebaskan.
 
Kaur Humas KPH Perhutani Blitar Heri Purwanto mengatakan bahwa tindakan tegas secara hukum yang dilakukan institusinya semata untuk memberikan syok terapi. Sebab, dalam hukum pencurian atau pengrusakan, perhutani tidak melihat kuantitas atau kualitas hasil hutan yang dicuri. Namun hukuman lebih tertuju pada perbuatanya.







Sumber Referensi : 
http://news.okezone.com


sekarang telah hadir Let Us Study Versi Mobile untuk Study Holic 

0 komentar:

Posting Komentar